Arti Perjuangan

11.29

Sudahkah kita mengajarkan arti perjuangan kepada keluarga kita?

Tulisan berikut, saya cuplik dari salah satu guru saya. Karena teramat penting, sempatkan satu menit untuk membacanya.

Inilah kisah beliau.

Suatu ketika, ayah saya pernah mengatakan, setengah memerintah: "Nak ikut tuh berjuang dengan mahasiswa dan pelajar. Apa yang mereka perjuangkan itu benar. Pemudalah yang harus berdiri membela rakyatnya. Waktu ayah muda, ayah berjuang juga melawan penjajah. Sekarang kalian berjuang membela yang benar, bela kebenaran!"

Mulai hari itu, saya yang berusia 14 tahun, bergabung dengan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia).

Tanggal 24 Februari 1966, mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI dan KAPI melakukan demo di Lapangan Banteng, dengan tuntutan yang sama, TRITURA. Bergerak menuju istana.

Dalam mengendalikan massa, ternyata pihak aparat menggunakan senjata. Terdengarlah letusan senjata api yang kemudian diketahui menembus dada salah seorang mahasiswa. Dan saya berada dalam kerumunan itu.

Lalu, saya berlari, tidak berhenti. Pulang. Setiba di rumah, melihat saya berlari-lari begitu, ayah saya langsung berdiri dan menghampiri saya dengan tergopoh-gopoh. Beliau bertanya," Ada apa Nak?" Lalu saya menceritakan semua apa yang terjadi.

Tanpa saya duga-duga, ayah saya malah memandang saya dengan tajam lalu berkata," Kenapa Elly pulang Nak?"

Saya menjawab bingung, "Takuuut Yah!"

Ayah saya mengangkat tangan kanannya tinggi sekali, menunjuk ke arah istana dan berkata dengan tegasnya, "Ayah bilang Elly balik! Ya, balik ke istana!"

Saya memandang ayah saya dengan rasa takut, heran, bingung, semua campur aduk jadi satu. Yang keluar dari mulut saya cuma, "Haaah?"

Ayah saya meneruskan perintahnya dengan menundukkan sedikit kepalanya sehingga matanya sejajar dengan mata saya dan mengucapkan kalimat ini, "Ayah lebih suka anak ayah mati ditembak peluru, daripada mati di kamar (sambil menujuk arah kamar tidur saya), digigit nyamuk. Paham Elly? Balik !!!"

Saya berdiri mematung, dan datanglah sang penyelamat, ibu saya tersayang.

Beliau langsung ambil posisi, berdiri di depan saya dan berhadapan dengan ayah saya. Dengan perlahan beliau mengatakan, "Elly, capek Yah. Dan dia lagi ketakutan."

"Dia juga lapar. Juga belum sembahyang, iya kan Nak ?"  Tanya-nya pada saya.

Ayah saya langsung duduk dan pelan-pelan berkata: "Yah sudah, makan dan sholat dulu, abis itu balik lagi ke istana!"

Sambil makan ibu saya mendengarkan cerita saya yang menakutkan dan menegangkan. Setelah sholat, ibu saya mendekati saya dan berpesan, "Patuh sama apa yang disuruh ayahmu, balik ke sana tapi jangan sampai ke istana ya. Sampai Pecenongan saja!"

Terharu, mengenang semuanya. Ya Allah sayangilah kedua orangtuaku, sebagaimana beliau menyayangiku dulu. Bukan sekali ayah dan ibu saya mengajarkan saya untuk berjuang bagi kepentingan orang banyak.

Demikianlah cuplikan tulisan Bu Elly Risman, guru saya dan guru dari Bunda Neno Warisman.

Akhirnya, sudahkah kita mengajarkan arti perjuangan kepada anak dan keluarga kita?

#dibagi dari saluran telegram Ippho Santosa - ipphoright

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe