Mental Kaya dan Mental Miskin

15.10

Sering jalan-jalan?
Dari Jakarta ke Bandung?
Nggak mau macet?

Sekarang sudah tersedia jasa helikopter dengan tarif Rp 16,5 juta. Hehehe.

Mahal?

Itu sih tergantung.
Ketersediaan uang Anda.
Ketersediaan waktu Anda.
Kepadatan jadwal Anda.

Saya pribadi tidak menggunakan jasa itu untuk mudik, namun saya berusaha memahami logika mereka yang menggunakan jasa tersebut.

Nah, beda dengan orang-orang yang bermental miskin. Begitu membaca kabar ini, mereka langsung tersinggung. Mereka merasa dipermalukan. Harusnya, dijadikan motivasi. Buat apa tersinggung? Buat apa malu?

Ayo buka wawasan kita. Selama ini di Jakarta, sudah banyak jasa helikopter seperti itu. Sebagian pengusaha, mau meeting saja, karena kejar-kejaran dengan waktu, terpaksa memakai jasa helikopter. Memang perlu dan harus bagi mereka. Yah, demi menghemat waktu (terkait jadwal yang padat) dan meneken transaksi yang nilainya jauh lebih besar.

Sebenarnya di sini, saya tidak bicara soal jasa helikopter. Terus, soal apa?

Soal mental kaya dan mental miskin.

Kita, walaupun belum kaya, hendaknya memiliki mental kaya. Tidak kaget, tidak skeptis, dan tidak sinis kalau mendengar kabar-kabar seperti ini. Biasa saja.

Mobil seharga Rp 1 M.
Rumah seharga Rp 12 M
Kamar hotel Rp 2 juta semalam.
Sewa mobil Rp 5 juta sehari.

Nggak perlu kaget. Biasa saja.

Teman saya, flight dari Texas ke Jakarta, menggunakan fasilitas business class. Dibanding kelas ekonomi, harga tiket business class 4 kali lipat. Saya tanya, kok mau? Dia bilang, kalau di business class, bisa tidur dan berbaring dengan sempurna. Nyaman. Jadi, begitu landing, langsung fresh. Ini harus bagi dia, karena sederet meeting penting dan transaksi besar telah menanti.

Saya juga melihat pengusaha berinisial J (salah satu orang terkaya di negeri ini) terbang dari Jakarta ke Labuanbajo dengan pesawat pribadi. Bagi dia, mungkin saja proses mengantri, check in, dan menunggu bagasi, lumayan menyita waktu. Sementara, sederet meeting penting dan transaksi besar telah menanti. Dengan pesawat pribadi, dia pun bisa balik ke Jakarta suka-suka. Nggak nunggu-nunggu jadwal penerbangan umum.

Sikap kita? Tidak kaget, tidak skeptis, dan tidak sinis. Biasa saja. Ingatlah, ini bagian dari mental kaya.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

#dibagi dari saluran telegram Ippho Santosa - ipphoright

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe